Saturday, May 30, 2020

HOAX? LAPORKAN DENGAN PASAL INI !

Anda Pernah Terkena Hoax? Atau Menjadi Korban Hoax? Atau Kesal dengan Grup Whatsapp Keluarga Yang Isinya Cuman Berita Hoax? Laporkan dengan Pasal ini !!




Definisi

Definisi hoax/hoaks menurut Oxford-Dictionaries yang kami akses melalui laman English Oxford Living Dictionaries yaitu:
 
A humorous or malicious deception
 
Sedangkan hoaks menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang kami akses melalui laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia berarti berita bohong.
 
Apakah Hoax Merupakan Tindak Pidana?
Istilah hoax/hoaks tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.Tetapi ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai berita hoax atau berita bohong ini. Berikut penjelasannya:
 
Pertama, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk sosial media) menyatakan:
 
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
 
Jika melanggar ketentuan Pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 , yaitu:
 
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
 
Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. UU ITE tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “berita bohong dan menyesatkan”. Tetapi, jika dicermati lagi UU ITE dan perubahannya khushs mengatur mengenai hoax (berita bohong) yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
 
Selengkapnya Anda dapat simak dalam artikel Arti Berita Bohong dan Menyesatkan dalam UU ITE.
 
Lalu apa dasar hukum yang digunakan bagi penyebar berita bohong yang tidak mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik?
 
Menurut kami, berita bohong yang disebarkan melalui media elektronik (sosial media) yang bukan bertujuan untuk menyesatkan konsumen, dapat dipidana menurut UU ITE tergantung dari muatan konten yang disebarkan seperti:
  1. Jika berita bohong bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE;
  2. Jika bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UU ITE;
  3. Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE ;
  4. Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE;
  5. Jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE;
  6. Jika bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana berdasarkan Pasal 29 UU ITE. 
KeduaPasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) juga mengatur hal yang serupa walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”. Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut:
 
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.
 
Menurut R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 269), terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP, apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.
 
Ketiga, Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (“UU 1/1946”) juga mengatur mengenai berita bohong yakni:
 
  1.  Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
  2. Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15 UU 1/1946
Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun
 
Jadi jika anda pernah menjadi korban Hoax atau Kesal dengan penyebar Hoax yang dewasa ini semakin menjamur, sebelum melaporkannya, mohon bagikan informasi mengenai pasal-pasal yang bisa menjerat para penyebar Hoax diatas. Maturnuwun Sanget Kon Kabeh Rek !!
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 


Dasar Hukum:
 
Referensi:
  1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada Rabu,28 November 2018, pukul 16.00 WIB.
  2. Oxford-dictionaries, diakses pada Rabu,28 November 2018, pukul 16.21 WIB.
  3. R.Soesilo.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991

Thursday, May 19, 2016

PENGGUNAAN BAHASA DALAM ILMU HUKUM PIDANA DAN ILMU HUKUM PERDATA

           PENGGUNAAN BAHASA DALAM ILMU HUKUM PIDANA DAN ILMU HUKUM                                                                                PERDATA










OLEH:

                                             ARLI N ADITYA MEIDIANA PUTRA

       B1A015089

DOSEN: DANA ASWADI, MPd.

     MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA

       FAKULTAS HUKUM

                                   UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2015








BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bahasa Indonesia pertama kali diikrarkan sebagai bahasa nasional dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928.
Alasan yang mendukung pengikraran itu di antaranya adalah bahasa Indonesia telah dipakai sebagai lingua franca selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan Nusantara. Kedudukannya makin kuat manakala bahasa Indonesia dijadikan bahasa negara dan bahasa resmi negara Indonesia di dalam Pasal 36 UUD1945 (Sugono 2009). Meskipun sudah menjadi bahasa negara, bagihampir sebagian orang di Indonesia bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa ibu, melainkan bahasa kedua yang hanya dipelajari di bangku sekolah.Dalam pemakaiannya di masyarakat, muncul berbagai ragam atauvariasi bahasa Indonesia. Variasi bahasa yang timbul menurut situasi danfungsi yang memungkinkan adanya variasi tersebut dinamakan ragam bahasa(Kridalaksana 1984 dalam Nasucha 2009:12). Ragam bahasa dikelompokkanmenjadi ragam bahasa formal/resmi dan tidak formal/tidak resmi. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap berprestise tinggi dan digunakan olehkalangan terdidik disebut ragam bahasa baku/formal.

Sesuai dengan pokok persoalannya, ragam bahasa Indonesia yangdigunakan dalam bidang hukum disebut bahasa hukum Indonesia. ManurutMahadi (1983:215), bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yangcorak penggunaan bahasanya khas dalam dunia hukum. Perhatian yang besarterhadap pemakaian bahasa hukum Indonesia sudah dimulai sejak diadakanKongres Bahasa Indonesia II tanggal 28 Oktober -2 November 1954 diMedan. Bahkan, dua puluh tahun kemudian, tahun 1974, Badan PembinaanHukum Nasional (BPHN) menyelenggarakan simposium bahasa dan hukum dikota yang sama, Medan. Simposium tahun 1974 tersebut menghasilkan empatkonstatasi berikut (Mahadi dan Ahmad 1979 dalam Sudjiman 1999).1.

Bahasa hukum Indonesia (BHI) adalah bahasa Indonesia yangdipergunakan dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya mempunyaikarakteristik tersendiri; oleh karena itu bahasa hukum Indonesia haruslahmemenuhi syarat-syarat dan kadiah-kaidah bahasa Indonesia.
 Karakteristik bahasa hukum terletak pada kekhususan istilah, komposisi,serta gayanya.
 BHI sebagai bahasa Indonesia merupakan bahasa modern yang penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syaratestetika.
 Simposium melihat adanya kekurang sempurnaan di dalam bahasa hukum yang sekarang dipergunakan, khususnya di dalam semantik kata, bentuk,dan komposisi kalimat.Terungkapnya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukum, sepertiterdapat dalam konstatasi keempat di atas, yang tercermin dalam penulisan dokumen-dokumen hukum dapat ditelusuri dari sejarahnya. Sejarah membuktikan bahwa bahasa hukum Indonesia, terutama bahasa undang-undang, merupakan produk orang Belanda. Pakar hukum Indonesia saat itu banyak belajar ke negeri Belanda karena hukum Indonesia mengacu pada hukum Belanda. Para pakar banyak menerjemahkan langsung pengetahuandari bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia tanpa mengindahkan struktur bahasa Indonesia (Adiwidjaja dan Lilis Hartini 1999:1
 Di samping itu, ahli hukum pada masa itu lebih mengenal bahasa Belanda daripada bahasa asing lainnya (Inggris, Perancis, atau Jerman) karena bahasa Belandawajib dipelajari, sedangkan bahasa Indonesia tidak tercantum di dalamkurikulum sekolah (Sudjiman 1999).Menurut Mahadi (1979:31), hukum mengandung aturan-aturan,konsepsi-konsepsi, ukuran-ukuran yang telah ditetapkan oleh penguasa pembuat hukum untuk (a) disampaikan kepada masyarakat (b)dipahami/disadari maksudnya, dan (c) dipatuhi. Namun, kenyataannya sebagaisarana komunikasi, bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumen hukumsulit dipahami oleh masyarakat awam. Pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang hukum masih perlu disempurnakan (Mahadi 1979:39). Banyak istilahasing (Belanda atau Inggris) yang kurang dipahami maknanya dan belumkonsisten, diksinya belum tepat, kalimatnya panjang dan berbelit-belit (lihatMahadi 1979).
 Penggunaan bahasa dalam ilmu hukum di Indonesia sangat penting untuk di ketahui dan masih banyak yang belum memahaminya. Minimnya padanan kosakata bahasa Indonesia membuat berbagai dokumen hukum yang ada masih menggunakan bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan Belanda. Seperti BW yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang masih kita digunakan hingga sekarang ini merupakan peninggalan dari Belanda, dan para lembaga legislatif kita masih belum bisa ataupun masih belum mampu menggantikannya dengan yang baru. Untuk itu, para pakar bahasa Indonesia dan pemangku kepentingan harus duduk bersama untuk merumuskan bahasa hukum yang baku, lugas, singkat, modern, dan mudah dicerna secara jelas, tegas dan tepat. Ketidakmampuan menggunakan bahasa Indonesia juga tampak dalam proses legislasi atau pembuatan produk hukum Kalau masih ada peraturan yang multitafsir berarti penguasaan bahasanya yang perlu diperhatikan.
         Untuk mengatasi persoalan, perlu adanya antisipasi yang dimulai dari mahasiswa hukum diwajibkan mengambil mata kuliah bahasa Indonesia dan kemahiran bantuan hukum. Mahasiswa diajarkan dasar-dasar penulisan akademik yang benar, dari sisi gramatikal, tata kalimat, serta memahami makna dari kata-kata kunci. Meski masih dianggap kurang, penambahan mata kuliah itu akan membuat lulusannya lebih paham bahasa hukum. Pendidikan yang bias dikatakan tinggi bidang hukum harus memandang bahasa Indonesia setara dengan bahasa asing. Dengan demikian diharapkan setiap produk hukum bisa mengandung kepastian dan keadilan.

Rumusan Masalah
1.   Apa perbedaan  ilmu hukum pidana dengan ilmu hukum perdata?
2.  Apa kegunaan dari Bahasa hukum Indonesia ?

Tujuan
1.      Mengetahui perbedaan ilmu hukum pidana dan ilmu hukum perdata
2.      Mengetahui kegunaan dari Bahasa Hukum Indonesia.



Manfaat
Kita  menjadi tahu apa perbedaan ilmu hukum pidana dengan ilmu hukum perdata, serta kita menjadi tahu apa kegunaan dari Bahasa Hukum Indonesia juga penerapannya.

BAB II
LANDASAN TEORI
Bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yangcorak penggunaan bahasanya khas dalam dunia hukum. Perhatian yang besarterhadap pemakaian bahasa hukum Indonesia sudah dimulai sejak diadakanKongres Bahasa Indonesia II tanggal 28 Oktober.
Di sampingitu, ahli hukum pada masa itu lebih mengenal bahasa Belanda daripada bahasa asing lainnya (Inggris, Perancis, atau Jerman) karena bahasa Belandawajib dipelajari, sedangkan bahasa Indonesia tidak tercantum di dalamkurikulum sekolah (Sudjiman 1999).Menurut Mahadi (1979:31), hukum mengandung aturan-aturan,konsepsi-konsepsi, ukuran-ukuran yang telah ditetapkan oleh penguasa pembuat hukum untuk (a) disampaikan kepada masyarakat (b)dipahami/disadari maksudnya, dan (c) dipatuhi. Namun, kenyataannya sebagaisarana komunikasi, bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumen hukumsulit dipahami oleh masyarakat awam. Pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang hukum masih perlu disempurnakan (Mahadi 1979:39). Banyak istilahasing (Belanda atau Inggris) yang kurang dipahami maknanya dan belumkonsisten, diksinya belum tepat, kalimatnya panjang dan berbelit-belit (lihatMahadi 1979).Senada dengan Mahadi, Harkrisnowo (2007) menambahkan bahwakalangan hukum cenderung (a) merumuskan atau menguraikan sesuatu dalamkalimat yang panjang dengan anak kalimat; (b) menggunakan istilah khusushukum tanpa penjelasan; (c) menggunakan istilah ganda atau samar-samar; (d)menggunakan istilah asing karena sulit mencari padanannya dalam bahasaIndonesia; (e) enggan bergeser dari format yang ada (misalnya dalam aktanotaris). Hal-hal tersebut menempatkannya dalam dunia tersendiri seakanterlepas dari dunia bahasa Indonesia umumnya. Tidak heran jika dokumenhukum, seperti peraturan perundang-undangan, surat edaran lembaga, surat perjanjian, akta notaris, putusan pengadilan, dan berita acara pemeriksaan,sulit dipahami masyarakat awam

BAB III
PEMBAHASAN
1.PERBEDAAN ILMU HUKUM PIDANA DENGAN ILMU HUKUM PERDATA

                              1. PERBEDAAN PENGERTIAN
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Hukum pidana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud. Dalam kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, maka pada umumnya sanksi dalam suatu perikatan adalah berupa ganti kerugian. Permintaan atau tuntutan ganti kerugian ini wajib dibuktikan disertai alat bukti yang dalam menunjukkan bahwa benar telah terjadi kerugian akibat pelanggaran atau tidak dilaksanakannya suatu kesepakatan.


                                              2.PERBEDAAN DALAM ISI
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
1.        Hukum keluarga
2.        Hukum harta kekayaan
3.        Hukum benda
4.        Hukum Perikatan
5.        Hukum Waris
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil). Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya.
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.
Hukum Pidana Formil yaitu mencakup cara melakukan atau pengenaan pidana.
Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi).













        3.PERBEDAAN DALAM DASAR BERLAKUNYA HUKUM DI INDONESIA
HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
Yang menjadi dasar berlakunya BW di Indonesia adalah pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 , yang berbunyi :
“segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakannya aturan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”
Asas berlakunya hukum pidana adalah asas legalitas pasal 1(1) KUHPidana
Yaitu yang berbunyi:
1.           Sesuatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentungan perundang-undangan pidana yang telah ada
2.           Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya

Bahasa Hukum Indonesia digunakan sebagai Bahasa Tulis Ilmiah

Tidak berbeda dengan bidang ilmu lainnya, bahasa hukumIndonesia memiliki ciri-ciri bahasa keilmuan (Moeliono 1974 dalam Natabaya 2000), yakni :
1.lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan
2.objektif dan menekan prasangka pribadi
3.memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat, dan kategori yangdiselidiki untuk menghindari kesimpangsiuran
4.tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi
5.membakukan makna kata-katanya, ungkapannya, dan gaya paparannya berdasarkan konvensi
6. bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai
7. bentuk, makna, fungsi kata ilmiah lebih mantap dan stabil daripada yangdimiliki kata biasa.
 Bahasa hukum Indonesia dalam surat-menyurat khususnya, menurutSuryomurcito (2009), perlu memperhatikan tata bahasa yang benar, istilahyang tepat, kosakata yang beragam, kalimat yang singkat dan jelas, kalimatyang mengandung satu pokok pikiran, dan tanda baca yang benar. Dengankata lain, supaya masyarakat lebih mudah memahaminya, disarankan untukmenghindari kalimat yang bertele-tele, jangan mengulang-ulang, janganmenggunakan istilah yang tidak sesuai dengan yang digunakan di dalamundang-undang, jangan salah menggunakan tanda baca, dan jangan salahketik. Seperti hanya bahasa tulis ilmiah dalam bidang ilmu lainnya, dalamdokumen hukum dibutuhkan penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benaryang menunjukkan intelektualitas penulisnya dalam menyampaikan aturanhukum di dalam ejaan yang tepat dan benar serta rangkaian pesan yangtersusun dalam kalimat yang efektif.Kalimat efektif, menurut Alwi (2001:38), adalah kalimat yangmemperlihatkan bahwa proses penyampaian oleh penulis dan pembaca berlangsung sempurna sehingga isi atau maksud yang disampaikan oleh penulis tergambar lengkap dalam pikiran pembaca. Kalimat yang efektif dapatdilihat dari ciri-ciri berikut: memiliki keutuhan atau keterkaitan maknaantarunsur di dalam kalimat; mempunyai kesejajaran struktur klausa dankesejajaran makna/informasi; memfokuskan unsur-unsur dengan mengulang bagian-bagian yang ditekankan; menunjukkan penghematan dalam kata.Tulisan ini akan menyajikan pemakaian bahasa hukum di dalam surat perjanjian kredit (2003), surat perjanjian kerja (2006), dan surat perjanjian
 pemberian pinjaman (2008). Dengan menganalisisnya secara kualitatif, yaitudengan memerikan gejala pemakaian bahasa hukum, tulisan ini akanmengungkap penggunaan bahasa hukum yang sebenarnya.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
 Dari dokumen surat-surat perjanjian yang diamati terbukti bahwa penulis dokumen hukum belum menguasai kaidah bahasa Indonesia. Bahasahukum Indonesia di dalam surat perjanjian yang diamati masih menunjukkankesalahan yang klise, seperti ketidaktepatan dalam penggunaan ejaan, tanda baca, dan kalimat. Karena bahasa hukum merupakan produk yangdiperuntukkan bagi masyarakat dari kalangan mana pun, bukan hanya orang
dari kalangan hukum, seharusnya penyusun dokumen hukum lebihmenyederhanakan penyampaian pesan atau maksud dari aturan atau pernyataan di dalam pasal-pasalnya sehingga pembaca lebih mudah dan cepatmencerna isinya. Penyampaian isi yang efektif perlu didukung oleh kaidahejaan bahasa Indonesia yang benar. Penulis menyarankan agar ahli hukumadalah juga pemerhati bahasa Indonesia

Saran
dibutuhkan penulis dokumen hukum yang memahami ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasannya, tetapi juga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.



DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo, Satjipto. 2014. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Hamzah, Andi. 2012. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia & Perkembangannya. Jakarta: PT Sofmedia
Syahrani, Ridwan. 2013. Seluk-Beluk dan Asas-asas Hkum Perdata.Bandung: PT Alumni



Sunday, September 15, 2013

Menambahkan Efek Foto Lucu Menggunakan Funny.Pho.To

Ada banyak hal yang dapat kita lakukan saat kita sedang menelusuri dunia maya. Selain melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti mengirim dan menerima email ataupun mencari informasi yang penting, kita juga dapat melakukan berbagai hal yang sangat menyenangkan. Apabila anda adalah pengguna situs jejaring sosial, tentunya anda telah mengunggah banyak foto ke akun anda.

Allahu Akbar!!! Trio Mujahid Jepara Eksekusi Murtadin Penghujat Islam

JEPARA (voa-islam.com) – Arogansi murtadin yang menabur penodaan agama menuai badai. Omega Suparno (42), seorang murtadin dari kota ukir Jepara tewas mengenaskan dieksekusi trio mujahid setelah terbukti melecehkan Islam secara provokatif. Meski terancam hukuman mati oleh hukum thaghut, trio mujahid Jepara tak gentar di jalan Allah.